tatap jendela. nikmati alam diluar sana, tatap pohon dan ranting yang basah karena hujan semalam. tatap pula kicauan burung yang disambut dengan terbitnya sang surya dari ufuk timur. ditambah romantisme ayam jantan yang berkokok bersaut-sautan menunggui embun dalam dahan dan daun berguguran. perhatikanlah semuanya, perhatikan apa yang ada disekelilingmu karena mereka memperhatikanmu tadi malam, disaat hujan turun dan kau menitikkan air mata dalam dalam. kau terisak akan peristiwa yang kembali kau kenang dalam hujan. mungkin kau rindu, trauma mu mengiang kembali. berputar dan tertawa karena kamu merintih ketakutan.
ingatan yang memutar balikkan hidupmu, flash back. teriang dan hanya teriang. ingatan yang ingin kau ancurkan, namun kau tak mampu, kau kalah dengan memedimu. aku tahu apa yang kau takutkan, apa yang kau pikirkan, apa yang kau tanam dan kau buang disaat kau jatuh melayang. kau teringat akan indahnya ketika kau berada di dekapan sang bunda. suara lirihnya yang menembang tembang jawa sembari menidurkanmu dalam pangkuannya. saat itu seolah bunda adalah sosok yang sangat lemah dan lembut, teduh, penuh kasih sayang dan menentramkan.
tapi apa nyatanya, kau malah nanar dibuatnya. kau tak akan lagi merasakan nikmatnya, indahnya ketika kau berada didekapannya. kau hampir gila dibuatnya. hanya karena peristiwa tanggal 21 maret lalu. ketika bundamu berada dimana-mana. di surat kabar, di majalah politik, di televisi, di internet bahkan di radio. kenakalannya yang membuatnya terjerumus kasus narkotika. seakan sosok ibu yang sangat kau sayang pergi jauh meninggalkan mu sendiri, dibawah atap kayu dan pelapis rindu.
mungkin saat yang paling menegangkan bagimu, dini hari itu saat sang ayam jago hampir berkokok dan hujan menyelimuti dinginnya malam. disaat rumahmu didobrak dengan paksa oleh aparat bangsat. aparat yang berseragam hitam kelabu. aparat yang membawa keindahan mu pergi untuk selamanya, oh tidak mungkin hanya untuk sementara namun entah kapan kau akan lagi bertemu dengannya.kau terpisah antara rumah dan sel penjara. antara rumah tipe 180 dengan pavilliun yang sangat megahnya. apa dayamu menyangkal semuanya. kau lemah dan tak berpangkat. kau hanya perempuan kecil yang masih bau kencur. buta politik, buta dunia luar.
lekas ibumu diseret paksa, tanpa mengucapkan sepatah kata untukmu, hanya merintih dan mengerang menuju mobil rangkap jeruji besi yang sudah terpajang di halaman rumah. mobil bertuliskan nama polisi dan bersirinekan warna merah menyala tertawa lepas, membukakan mulutnya yang bau dan tajam. ibumu masuk ke dalam. segera melesat jauh kejalan yang hitam. para tetangga yang semula diam dan hanya mengintip dari jendela rumah mereka mulai berdatangan. menanyakan kenapa aparat itu membawa ibu pergi. kau hanya diam dengan lelehan air mata dipipimu. tetangga yang semula heboh memengkakkan telinga dan beropini sembarangan, menganggap ibumu adalah orang yang sama bangsatnya dengan aparat yang mungkin memang iya, mulai pergi menjauhi rumahku, meninggalkanku, mengacuhkan kau, menganggap kau tidak ada.
dalam hati terus kau bertanya, dimana letak keadilan untukmu, untuk ibumu. betapa malang nasibmu, hanya mempunyai ibu satu namun pergi dengan rasa tak berdosa meninggalkan kau. dulu punya ayah satu, tapi sepertinya tak hanya satu saja pergi semua entah kemana, yang kau tahu hanya satu dan mungkin sudah mati. apa sebenarnya terjadi, kenapa begitu cepat kejadian itu merenggut semua rasa dan ingatanmu. menjadikan kau seorang yang ketakutan seperti setan, kau yang anyir karena frustasi memikirkan keadaan, kau yang hanya dapat menangis ketika hatimu dipukul oleh aparat berhati hewan. dalam hidupmu hanya ada kata penyesalan. aku terus bertanya kenapa kau menyesal, padahal kau takikut-ikutan. kau bodoh kataku.
kau hanya diam tersipu. kapan kau menjadi manusia yang berada, yang dapat membedakan antara rasa sakit dengan kepedihan. segera kau hapus air matamu, kau pergi kedalam hayalanmu dan kau dapat bertemu dengan ibumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar