Translate

“Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.”
Seno Gumira Ajidarma,
Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara

Cari Blog Ini

Minggu, 21 September 2014

Ibuku, Mawar..

Yang seperti apa yang mampu membuatku bahagia. Apakah benar, kebahagiaan hanya milik Tuhan semata dan makhluknya tak diijinkan untuk mencicipinya?
Ataukah Tuhan takut manusia terlena ketika sudah diberikan secuil kebahagiaan? tapi apa itu bahagia ketika mata tetap berair berurai air mata. Ketika telapak tangan basah menyapu seluruh air keringat yang mengucur dari pelipis. Apakah bahagis itu adalah sebuah penderitaan yang dirasakan setiap jengkal kaki ketika telapaknya menapak pada tanah gersang.

Malamku adalah malam yang membahagiakan. Malam yang dibingkai oleh lolongan anjing dan kicauan burung hantu samping rumah orangtuaku. Setiap malam aku mimpikan adalah kasih seorang dewi yang memelukku hingga aku tertidur. Tapi yang aku dapat adalah sebuah kertas yang jatuh dari atas meja. Selalu. Yang bertuliskan, kapankah aku dapat bertemu Ibu...

Sudah sepuluh tahun aku hidup dalam dinginnya malam. Di emperan toko Bunga agar bau badanku tersamarkan. Sering aku diusir, ditendang oleh pelayan toko, dia bukan pemilik toko namun lebih bajingan daripada pemilik toko yang tak menutup kemungkinan sama-sama bajingan. Dengan lembaran-lembaran daun dari tempat sampah toko bunga, aku susun hingga aku dapat terbaring di atasnya. Dingin, namun aku dapat tertidur dengan pulasnya, karena perut yang sedari bangun belum terpenuhi hasratnya, dan sekarang aku harus tertidur lagi. Semoga esok aku mendapatkan makanan bungkus sisa anjing pengais sampah.
Hinanya diriku saat itu. Aku manusia, bukan anjing kudis yang berbaring di sampingku.

Senyumku terkembang, ketika hari sudah menandakan pagi. Matahari sudah dipucuk ubun, tandanya aku harus segera pergi dari tempat ini sebelum aku diguyur dengan air sisa menyiram bunga.  Banyak bunga yang terbuang dan masih segar hingga pagi, aku bawa dan aku simpan pada keranjang sampahku. Aku siram dengan air seniku agar tetap segar dan menawan. Ini bunga untuk Ibu. Pasti Ibu akan senang ketika aku bertemu dengannya dan aku memberinya sepucuk bunga berwarna merah kehitaman.

Ibu, apakah aku masih bisa bertemu denganmu? Seperti apakah rupa dan ragamu ketika sekian lama aku tak mendengar kabarmu. Apakah polisi berseragam hijau itu mencabulimu sebelum ia bunuh? Ibu, semoga kau tetap sehat. Aku akan tetap menjaga bunga ini samapi aku bertemu denganmu kelak..
Bunga ini bernama mawar, untuk Ibuku, Mawar
....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar