Translate

“Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.”
Seno Gumira Ajidarma,
Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara

Cari Blog Ini

Selasa, 25 Maret 2014

Aku berhenti, menutup mataku. Merebahkan impianku. Hanya untuk satu "kedamaian". Melepaskan semua penat dan beban yang aku panggul sendirian. Aku mencoba untuk melukiskan suasana, dimana aku dapat tertawa lantang tidak untuk menahan penat dan rasa sesal seperti ini. semua mungkin dapat diselesaikan, namun siapa yang mau menahan seluruh beban tanggung jawab padahal itu seharusnya untuk kepentingan bersama. Aku coba bermimpi dan meletakkan raga.

Saat semua menjadi abu, aku hanya membatu. Meletakkan kepala yang ringan pun berasa membawa kapas yang ringan dan susah diletakkan. Tapi untuk apa mengeluh keadaan jika semua sudah terlewati. Pepatah penyesalan berada di akhir, itu yang selalu terbenam dalam diri. Semua akan kembali seperti semula jika semuanya menganggap ini biasa saja. Semua orang mungkin berbalik bertanya kenapa aku menjadi bubur dalam permainan mereka, menjadi budak mungkin kasarnya. Aku juga tak dapat menjawab.

"kau bodoh! menjadi budak dalam asuhan saja mau" cerca Selfi
"aku bodoh? tidak juga, aku masih punya rasio untuk berfikir dan berkarya. aku hanya tak suka keluhan dalam setiap pengerjaan sesuatu, meskipun aku sendiri masih suka mengeluh tentang banyak hal, tak terkecuali tugas bersama." bantahku
"namun otakmu tak berjalan dalam untuk menuntut sebuah keadilan"
"aku harus apa? aku hanya bisa diam dan diam, bukan aku jika aku harus berorasi panjang lebar di depan mereka"
"kau tak perlu itu, hanya tunjukkan saja wibawamu sebagai manusia"

kesadaran mungkin yang lebih tepatnya, satu kata untuk mereka. ataukah mungkin aku yang kurang mencari teman yang sepaham atau yang gesit mengerjakan tugas ? ah tidak tidak.. semuanaya belajar menjadi lebih baik dan lebih berguna untuk orang lain. mungkin hanya perlu kesabaran yang tertanam dalam diriku. semoga semuanya cepat berubah, semuanya lenyap oleh waktu dan kabur oleh angin..


2 komentar:

  1. Karla, proses memakan waktu lama. Persoalannya, bagaimana kita menggunakan waktu itu untuk menyerap ilmu sebanyak mungkin. Aku lebih suka memiliki teman yang diam tapi pisau dan pedang yang ia miliki sangat-sangat tajam. Pola pikir yang tidak hanya di gagasan. Dan itu ada di kamu, aku butuh pembimbing, semua orang butuh pembimbing. Untuk apa, untuk meluaskan ilmu yang dimiliki. Bicara dengan orang yang tepat, salah satunya seperti itu. Kalau mau berkembang harus terbuka, tapi juga harus menyaring masukan. Bukan begitu Karla? Seperti pada negara yang maju, masuk oleh banyak kebudayaan namun menyaring budaya yang masuk secara keroyokan.
    Yang kekal di dunia hanya perubahan, bukan kehidupan.

    BalasHapus
  2. ya saya hargai pendapat anda. mungkin saya buth kesabaran saja untuk menjalani proses.

    BalasHapus