Apresiasi Prahara Pengging Boko
Nampak jelas kembali cahaya yang berbinar dari candi Ratu Boko dengan diadakannya sendratari "Prahara Pengging Boko", seakan menampakkan sejarahnya kembali dimata masyarakat. Sendratari yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 November 2013 dengan 56 penari dan 20 niyaga dari UNY berhasil memukau para penonton yang turut berpartisipasi. Sorotan cahaya lampu pun tak luput mewarnai suasana panggung malam yang lumayan cerah itu.
Ulasan
mengenai aliran yang terdapat dalam sendratari Prahara Pengging Boko:
1.
Aliran
Naturalisme dan Realisme
Jika saya amati dalam sendratari
Prahara Pengging Boko ini mempunyai aliran yaitu aliran realisme, naturalisme, romantisme, dan ekspresionisme.
Karena dalam sendratari ini, produser mampu mengusung konsep nyata yang sungguh
mencerminkan Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso dengan real dan alami.
Yang ke dua, dari segi panggung,
sendratari Prahara Pengging Boko ini juga beralirankan naturalis, yang mana
mampu menyuguhkan tempat sebagai latar belakang candi yang berupa batu, dimana
itu merupakan peninggalan asli dari sejarah. Seperti gambar dibawah ini.
Ditambah sejuk dan merdu alunan gamelan yang ditabuh para niyaga yang berada pada sebelah selatan panggung bagian barat merupakan sarana pendukung dari sendratari. Dengan adanya iringan gamelan ini juga menambah yakin bahwa sendratari itu realistik, nyata, sungguhan dan natural. Seperti gambar dibawah ini.
2.
Aliran
Romantisme
Dari segi cerita, kisah yang diangkat
dalam sendratari ini ini beralirankan romantisme, karena mengulas tentang
tragedi percintaan antara Roro Jonggrang dengan Bandung Bondowoso.
3.
Aliran
Ekspresionisme
Aliran ini tercermin dari adegan
peperangan pada saat Bandung Bondowoso berperang melawan Ayah Roro Jonggrang,
dengan jelas nampak goresan tegas, dinamis dan penuh dengan gerak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar